Tetap Bersamamu
Oleh : Eryza Fahilla Aswan
Aku adalah orang yang mempunyai masa lalu yang buruk, tetapi aku
bertekat memperbaiki sikapku agar tak ada lagi yang terluka karena ku. Dulu aku
adalah orang yang suka sekali merebut teman orang, benci dengan anak miskin, dan
suka sekali menggunjing. Benar-benar perilaku yang tidak patut, tetapi aku yang
sekarang sudah berubah lo!
Pukul 7 pagi, sekolah
sudah memulai jam pelajaran, Bu Nenzy
datang ke kelas dengan membawa seorang murid perempuan berjilbab, namanya
Ananda Frisca. Bu Nenzy mempersilahkan Frisca untuk duduk disebelahku. Dia anak
yang cantik dan manis apalagi dengan jilbab yang sedang ia kenakan, mejadikan
dia lebih anggun dan imut. Tidak perlu waktu lama, ia sudah popular di
sekolahan ini, tidak hanya karena kecantikannya tetapi juga karena sikap ramah,
baik, dan kepintaraan yang ia miliki. Tetapi mengapa ia selalu bersikap dingin
kepadaku dan bersikap hangat kepada orang lain.
###
“Frisca, besokkan hari minggu, bagaimana kalau kita kerja
kelompok?” Tanyaku kepada Frisca semangat, “Baiklah” jawabnya singkat dan
dingin. Aku berusaha sabar untuk menghadapi sikap dinginnya dan berusaha untuk
bertanya lagi, “Bagaimana kalau kita kerja kelompok di rumahmu?” “Apa?! Di
Rumahku??!!” tanyanya dengan nada yang sangat keras. “Ternyata dibalik
keramahan dan keanggunannya, ia juga bisa berteriak sekeras ini” gumamku di
dalam hati. “Baiklah, di Rumahku saja, jam 9 aku tunggu kamu di Rumahku, oke?”
Tawarku dengan senyum, tetapi ia hanya mengangguk dan berlalu. “Benar-benar
cewek misterius” Batinku.
Jam 9 pagi, Frisca sudah datang di Rumahku. “Hai, Frisca! Ayo
masuk!” Ajakku sambil tersenyum. Tiba-tiba suara Frisca mengagetkanku“Apakah
kau tidak mengingatku?”. Aku pun berpikir sejenak dan mencoba mengingat-ingat,
sepertinya aku tidak mengingat apapun selain sikap dinginnya kepadaku selama
ini. “Memangnya kita pernah kenal sebelumnya” tanyaku tidak mengerti, “Ku pikir
kau sudah berubah, ternyata tidak sama sekali dan masih seperti dulu” jawabnya
sedikit ketus. “apa maksudnya sama saja? Aku benar-benar tak mengerti?” batinku.
“Ayo makan dulu!” tiba-tiba suara mama memecahkan keheningan dan kebingungan
yang tak ku mengerti.
Setelah Frisca pulang, aku langsung menuju kamar tidur dan
berbaring di ranjang. “Apakah benar aku mengenalnya? Jika iya, mengapa aku
tidak ingat? Lalu, apa maksudnya tidak berubah? Aku benar-benar tidak mengerti
apa yang ia bicarakan. Entahlah.. sebaiknya aku shalat, daripada berpikir yang
tidak penting seperti itu.” Gumamku. Setelah shalat aku coba bertanya kepada
mama, mungkin mama ingat siapa Frisca itu, “Mama kenal sama Frisca?” “Kenallah,
diakan teman kamu yang ke sini tadi, kamu masa lupa? Anak mam udah pikun ya?”
Canda mamaku santai, “Maksudku apakah aku pernah bertemu denganya sebelum ini?”
“kelihatanya sih enggak, memangnya kenapa sayang?” Tanya mama dengan penasaran,
“Enggak apa-apa kok mama cantik” aku langsung meninggalkan mama dan menuju kamar. Di kamar pun aku masih saja memikirkan perkataannya yang penuh misteri itu.
###
“Frisca, biar lebih nyaman belajar kelompoknya, gimana kalau aku
beli minum dulu untuk kita berdua?” Tanyaku penuh semangat, “Enggak, makasih!”
Jawabnya sambil meninggalkan ku begitu saja. “Aku salah lagi? Ya Allah, aku
harus bagaimana?” Gumamku dengan nada kesal. Begitu tiba di kelas, Frisca duduk
di kursi dengan wajah kesal, “apakah ia kesal kepadaku?” Pikirku dengan
bingung, tetapi kali ini aku tidak ingin mendekatinya dan membiarkan ia begitu
saja. Tak terasa bel istirahat sudah berbunyi, tetapi entah mengapa aku tidak
bersemangat pergi ke kantin walaupun dipaksa dengan kedua sahabat kesayanganku,
hari ini rasanya aku ingin sekali diam dan tak ingin kemana-mana. “Heh! Bengong
aja sih Fris, nanti kesurupan lo!” Teriak Kris, ketua kelasku, “Kenapa sih?
Ngganggu aja sih! Pergi sana!” usirku dengan nada kesal, “Gitu aja marah, kamu
udah denger belum? Kalau Frisca itu udah nyuri soal ulangan IPA buat besok dan
katanya ia dapat hukuman nyapu plus ngepel satu sekolahan. Parah banget
gak sih kelakuannya? Keliatannya pakai kerudung tapi hatinya busuk dan sekarang
gak ada yang mau temenan sama dia” Katanya dengan nada kesal. Apakah benar yang
Kris bilang? Jika iya kasihan juga ya Frisca.
Sepulang sekolah aku memutuskan untuk ke Rumah Frisca, ketika
sampai di sana aku tidak menyangka ternyata alamat rumah Frisca sama dengan
alamat rumah teman SDku dulu, tetapi saat kelas 5, ia pindah ke luar kota.
Apakah benar Frisca adalah Dinda teman SDku dulu? Jika iya, mengapa Frisca
tidak memberitahuku? Pikirku bingung. “Assalamu’alaikum” ucapku sambil mengetuk
pintu, “Wa’alaikumussalam” jawab seseorang dari dalam pintu. “Kamu? Ngapain
kamu ke sini? Belum puaskah kamu ketika semua orang sudah menjahuiku karena
kesalahan yang tidak ku perbuat sama sekali? Dan mengapa engkau ke sini?
Bukankah dulu kau jijik dengan orang miskin sepertiku? Sudahlah, pergi saja
engkau dari sini!” jawab Frisca sambil menutup pintu dengan keras. “Ternyata ia
memang tak bisa melupakan tentang kejadian itu, tetapi apakah ia masih benci
terhadapku karena kejadian itu? Ya Allah padahal aku sudah berusaha untuk
melupakan kejadian itu dan aku sudah merubah sikapku kepadanya selama ia ada di
sekolah, seharusnya ia bisa memaafkan aku dan mengulangnya dari awal lagi”
tiba-tiba air mataku menetes, air mata yang menggambarkan tentang penyesalan.
###
“Temen-temen, pencuri sudah
datang nih! Hati-hati nanti barang kalian ada yang hilang” Teriak Kris dengan
nada mengejek. Frisca hanya bisa menunduk, aku sangat mengerti perasaannya.
“Hei Kris! Kamu tu sebagai ketua kelas seharusnya enggak boleh kayak! Kamu tu
enggak ngerti apa perasaan Frisca?” teriakku penuh kesal, “Sudahlah, kamu tu
nggak usah belain dia, orang kayak gitu usah dikasihani!” jawabnya sambil
menggebrak meja. Tiba-tiba Frisca lari sambil menangis, tak tahan aku pun
mengikutinya dan mencoba menghiburnya tetapi ia malah berkata, “Mengapa engakau
membelaku? Sebenarnya apa yang engkau rencanakan? Sudahlah! Nikmati saja
kemenganmu dan enggak usah sok baik kepadaku!” “Aku tu enggak pernah punya niat jahat sama kamu, aku tadi itu beneran kesel dengan Kris karena
ia terus saja mengejekmu” jawabku dengan nada sepelan mungkin agar ia tidak
tersinggung, tetapi ia malah meninggalkanku.
Setiap hari dia selalu diejek dan dikucilkan, tetapi aku tetap
bersikeras membelanya walaupun sudah berulang kali ia memberitahuku bahwa dia
gak perlu pembelaan dariku, tetapi aku akan tetap melakukannya karena itulah
teman, yang selalu ada saat suka maupun duka. Hingga pada suatu hari, saat itu
ia sedang menyebrang dan tak sadar bahwa ada mobil yang sedang melaju ke
arahnya dan kecelakaan pun tak bisa dihindari, tetapi mobil itu tidak mau
berhenti dan melaju meninggalkan Frisca yang sedang tergeletak. Beruntung pada
saat itu aku lewat dan mengetahui kejadian tersebut langsung saja aku membawa
Frisca ke Rumah Sakit dengan mengendarai mobilku.
“Ibu, aku ada dimana? Mengapa aku merasa pusing?” Tanya Frisca
kepada ibunya yang sedang menangis, “Alhamdulillah, akhirnya kamu sudah siuman,
kita ada di Rumah Sakit, ibu sempat khawatir soalnya kamu udah koma selama 3
hari” Kata ibu Frisca penuh cemas, “Bagaimana aku bisa di sini?” Tanya Frisca
lagi kepada ibunya, “Kamu ditabrak sama mobil, untung ada temen kamu yang dulu
juga pernah jadi teman kamu SD dulu itu, lalu dia bawa kamu ke sini dengan
mobilnya” jelas ibu Frisca, “Benarkah dia? Dimanakah dia sekarang ibu?” Tanya
Frisca dengan nada tak percaya, “Dia sedang ada di kamar sebelah, dia sudah
menyumbangkan sebelah penglihatanya kepadmu karena dia ingin meminta maaf
perbuatanya dulu dengan matanya walaupun sempat ditolak ibunya, ia tetap saja
bersikeras. Apakah kamu ingin menemuinya?” Jelas ibunya, “Iya bu, aku sangat
ingin bertemu denganya, tolong antar aku ke sana!”. Saat tiba di kamarku,
Frisca sudah menangis tersedu-sedu dan berkata, “Maafkan aku, aku seharusnya
sudah sadar bahwa sekarang kamu bukanlah kamu yang dulu, orang yang telah
merebut sahabatku yang hingga kini menjadi sahabatmu, orang yang senang sekali merendahkan
orang miskin sepertiku dan menyebarkan berita jelek tentang aku, tetapi
sekarang engkau sudah berubah, sekarang engkau mau menerima oorang apa adanya,
selalu ada ketika suka maupun duka, dan sangat baik kepada semua orang, jadi
aku benar-benar minta maaf karena aku terlalu dendam terhadapmu dan terima
kasih kamu telah membelaku saat aku difitnah dan tentang mata yang engkau kasih
kepadaku, jadi maukah kau memaafkanku?” Jelas Frisca sambil terisak, “Aku sudah
memaafkanmu bahkan sebelum engkau minnta maaf, jadi mulai sekarang kita menjadi
sahabat?” Tanyaku dengan penuh kebahagiaan, “Iya” Jawab Frisca yang membuat ku
serasa melayang di angkasa.