Peci Kakek
Oleh : Sahryan Fauzani
Bukan apa-apa, tapi kakek itu memang sudah pikun.Perawakannya
yang kurus dan selalu memakai peci usang. Entah dari mana ia mendapatkan peci itu.
Mungkin ia membeli ataus ekedar menemukannya di jalan. Memang peci itu usang,
tetapi sepertinya peci itu sangat berharga baginya. Bagi orang-orang kakek itu sudah
tidak waras dan pikun.
Banyak
orang beranggapan kakek itu adalah orang gila, mungkin karena kakek itu tak pernah mandi atau
orang pikun? Tak ada yang tau kisahnya. Aku pernah bertemu dengannya.
Dan aku bertanya
“Kek, namanya siapa?” entah karena tuli atau bisu ia hanya diam dan melamun menatap wajahku. Apa ya, kakek ini benar-benar tidak waras? Ataukah pikun? Tapi yang aneh dari kakek ini adalah dia suka pergi ke masjid, entah apa yang dia lakukan. Mengaji? ataupun sholat? Aku ragu kalau kakek ini bisa mengaji dan sholat.
Suatu hari
yang indah, waktunya sholat dhuhur. Aku terkejut dengan suara adzan yang berkumandang, suara siapa
itu? Mungkin karena penasaran, aku langsung ke masjid, aku segera datang ke
masjid. Dan ternyata? Hebat!! Ternyata yang menjadi muadzin adalah kakek itu.Aku
tak habis pikir, kenapa kakek yang katanya pikun dan gila itu bisa
mengumandangkan adzan dengan suara yang indah nan menakjubkan?. Setelah sholat,
aku ingin tahu apa yang dilakkan oleh kakek itu. Ternyata benar dugaaanku, ia
mengaji. Aku sedikit tidak percaya dengan apa yang kulihat itu. Aku mulai
berpikir bahwa kakek itu sebenarnya tidak gila dan mungkin juga tidak pikun.
Aku berdiri di pintu masjid, sambil berpikir kebingungan.
Sore pun berganti petang, suara adzan maghribpun
berkumandang indah, aku pun bergumam “ah, mungkin itu suara kakek itu”. Aku
lantas bersiap-siap untuk pergi ke masjid. Tebakanku lagi-lagi benar, kakek
itulah yang adzan tadi. Kakek itu sungguh hebat, katanya dia gila dan pikun,
tapi malah menjadi imam di masjid waktu sholat maghrib. Selesai sholat, aku menghampiri
kakek itu. Aku terkejut ketika tahu ternyata kakek itu bisa bicara, ternyata ia
adalah kakek biasa yang memang sudah pikun, tetapi ia tidak gila. Lalu ia
menceritakan kisahnya. Ia berkata bahwa ia tidak ingat apa-apa kecuali pecinya
yang sedang ia pakai itu yang sudah usang, kusut, dan bau.
Ternyata, itu adalah peci satu-satunya yang ia punya, dan
peci tersebut pemberian dari cucunya. Cucu kakek ini memberikan peci itu dan
meninggalkan sebuah pesan kepada kakek untuk selalu memakainya untuk
beribadaah, terutama saat salat dan mengaji di masjid. Dan setelah pemberian
dari cucunya tersebut, ia hanya mengingat tiga hal yaitu salat, mengaji, dan
masjid. Maksudnya apa? Mungkin yang kakek itu ingat-ingat hanya perkataan
cucunya itu, kakek itu sungguh misterius.
Setelah aku dan kakek itu berbincang di masjid tadi, aku
diajak kakek itu untuk daatang ke rumahnya. Untuk apa? Yang ada dibenakku
adalah mungkin rumahnya hanya sebuah gubuk yang kecil dan bau. Ku tidak bisa
membayangkan rumah kakek itu. Wow! Mengejutkan, rumah kakek itu seperti rumah
pada umumnya. Temboknya halus dicat biru, pintu dan jendelanya keren terbuat
dari kayu jati, lantainya di keramik warna putih bersih. Tak ku sangka, rumah
kakek tu begitu bersih, bahkan kuakui rumahku tak sebersih rumah kakek itu.
Yang lebih mengherankan lagi, ia mempunyai motor. Ia memarkirkannya di halaman
belakang rumahnya.
Dia berkata bahwa rumah ini sebenarnya bukan miliknya,
melainkan milik cucunya dan cucunya jarang ke rumah ini. Ternyata kakek itu
tidak mau mendapatkan harta cucunya, walaupun sebenarnya ia sangat
membutuhkannya. Yang kakek itu katakan adalah bahwa ia hanya ingin peci usang
itu, agar bisa menutupi rambut putihnya ketika salat. Yang ia inginkan adalah
ia hanya ingin menyembunyikan usia tuanya dan ia tetap ingin beribadah dan
tidak mau menikmati dunia sebelum ibadahnya benar-benar diterima oleh Allah
Swt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar