Hadiah untuk Umi
Oleh : Fi'liya Oktaridlna
Namaku
Kesya, aku berusia 7 tahun. Aku tinggal hanya bersama ayahku. Karena, umiku
sudah meninggal 6 bulan yang lalu karena kecelakaan. Sebelumnya, aku tinggal
bersama keluarga kecil yang sangat bahgia. Tetapi, sejakmeninggalnya umi, perilaku
ayah terhadapku menjadi sangat kasar. Aku tahu, ayah sangat bersedih dan
tertekan akibat kehilangan seseorang yang sangat dia sayang. Sehingga setiap
harinya aku tidak diurus, tidak diperhatikan, dan makan pun hanya dengan
sepiring mi instan yang aku buat sendiri.
Sebelum
umi meninggal, aku tidur bersama Ayah dan umi. Karena aku merupakan anak
tunggal. Tetapi, setelah umiku meninggal, ayahku tidak mau tidur bersamaku.
Jadinya, aku harus tidur sendiri di kamar.
Di
kamarku terdapat dua lemari. Lemari yang besar aku gunakan untuk menyimpan
semua pakaianku setelah dilaundrykan oleh ayahku. Dan lemari yang kecil
berisikan surat- surat yang aku tuliskan
untuk umi. Setiap akan berangkat sekolah aku diberi uang saku oleh ayah. Tetapi,
uang itu selalu aku tabung untuk kepentinganku yang mendadak.
Sekolah
pun, yang awalnya selalu diantar oleh ayahku. Sekarang aku harus berangkat
sekolah sendirian, serta jalan kaki pula. Sehari- harinya, aku hanya boleh pergi ke sekolah dan ke warung
untuk membeli mi instan. Jika ayah mengetahuiku sedang bermain dengan teman-
temanku, dia pasti langsung memarahiku dan mengunciku di dalam kamar mandi
selama semalaman.
Aku
sudah terbiasa dikunci di dalam kamar mandi, dipukul, dan ditampar oleh ayah.
Karena aku terlambat pulang sekolah, ataupun terlalu lama keluar rumah, padahal
saat di warung aku harus mengantri dulu walaupun hanya untuk membeli dua
bungkus mi instan.
Saat
aku pergi ke warung, aku melihat seorang penjual pecel, dan aku ingin
membelinya. Akhirnya, aku membeli dua bungkus pecel, satu untuk aku dan satu
untuk ayah. Sesampainya di rumah, aku dimarahin oleh ayah karena membelikannya pecel. Aku tahu kenapa
ayah memarahiku, hal itu karena mengingatkan ayah pada umiku yang suka sekali
sama pecel.
Keesokan harinya, saat di sekolah,
ibu guru menginformasikan bahwa besok adalah hari ibu, dan dia memerintahkan
aku dan kawan- kawan untuk mengajak ibu kami ke sekolah dan memberi hadiah
untuknya.
Setelah
pulang sekolah, aku pulang ke rumah untuk mengambil uang dan menulis sebagian
surat untuk umi. Sebelum selesai menulis suratnya, aku menuju toko mainan dan
membawa uang saku yang selama ini aku tabung. Tanpa ku sangka, ternyata ayah
mengetahuiku di toko mainan itu. Ayah sangat marah kepadaku. Dia memukulku dan
mengunciku di kamar mandi.
Setelah
5 jam aku dikurung, ayah membuka pintu kamar mandi. Aku terkaget, dan secara
tiba- tiba ayah mengangis dan memelukku, di tangan ayah terlampirkan selembar
kertas. Rupanya itu adalah surat yang terakhir aku tulis untuk umi sebelum aku
berangkat ke toko mainan dan belum sempat aku masukkan ke dalam lemari suratku.
Surat itu bertuliskan seperti ini.
“Umi, tadi Ibu guru bilang bahwa
besok aku harus mengajak umi ke sekolahku, karena besok adalah hari ibu. Ibu
guru juga memerintahkanku untuk membawa hadiah buat umi. Oo ya.. Umi masih
ingat nggak saat aku menulis surat untuk umi, kalau aku ingin belajar memasak
dengan umi. Agar aku bisa makan makanan selain mi instan, dan aku juga ingin
memasakkan ayah tumis kangkung kesukaannya yang sangat lezat. Kalau begitu, aku
akan pergi ke toko mainan dulu ya, Umi, aku akan membeli mainan masak- masakan sebagai
hadiah untuk umi. Setelah aku kembali dari toko mainan nanti, umi ajari aku memasak
terlebih dahulu ya!. Terus, nanti aku yang akan mempraktekannnya. Tunggu dulu
ya , umi..
Sejak
saat itu, ayah lebih memperhatikanku, dan aku menjadi semakin sayang kepada
ayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar