Terungkap
Sudah
Oleh
Salsabila Khusnia
Saat
sepulang sekolah aku bersama semua teman sekelasku berbincang – bincang di
pelataran masjid yang terletak di belakang sekolahku.
“
Ya Allah, Ujian Sekolah sudah selesai dan beberapa minggu lagi kita akan diwisuda
dan kita akan berpisah. “ dengan wajah yang sedih Ara berbicara.
“
Iya, pasti nanti aku akan kangen banget sama kalian.” kata Ifa.
Saat yang lain sedang berbicara aku hanya diam
dan menyandarkan badanku di tiang masjid.
“
Kamu kenapa sih Rani, kok dari tadi diem. “ tanya Erick kepadaku.
“
Enggak, aku nggak papa kok, cuma aku lagi bayangin kalau kita bakal pisah dan
nggak akan bisa berkumpul kaya gini lagi. Pasti kalau kita lagi kumpul pasti
akan ngomongin tentang sekolah – sekolahnya sendiri, atau mungkin anak cewek
salah satu dari kita bakal ngelepasin jilbabnya saat setelah kita sudah keluar
dari sekolah ini. “ ucapku sambil menitikkan air mata.
“
Udah lah Ran jangan banyangin kaya gitu, kita pasti akan bertemu lagi, udah ya
jangan nangis. “ ucap Ara menenangkan aku.
“
Iya. Gimana kalau kita buat kesepakatan aja ?.” tanyaku pada teman – teman.
“
Kesepakatan apa ?.” tanya yang lain kebingungan.
“
Gini, buat anak cewek jangan pernah kita ngelepasin jilbab kita. Dan buat yang
cowok kalau di SMS sama anak cewek jangan ke-GR an. Dan kalau kita ganti nomer
jangan lupa bilang ya.” kataku menjelaskan.
“
Oke, aku setuju.” kata Cahya
“
Iya, aku juga sedelapan.” kata Anwar memecahkan kebisuan.
“
Salah War yang bener itu setuju bukan sedelapan, kamu ini ada – ada aja.” kata
Iwan.
“
Iya iya kan aku cuma pengen buat kalian tertawa, abis dari tadi nangis melulu.”
Setelah
cukup lama kami berbincang - bincang kami memutuskan untuk pulang karena takut
dicari orang tua masing – masing.
3
minggu setelah itu kami semua diwisuda dengan perasaan seneng bercampur sedih.
“
Temen – temen inget ya, kesepakatan kita 3 minggu yang lalu, jangan dilupain,
awas ya kalau lupa.” ucapku menginngatkan.
“
iya iya.” teman – teman menjawab serentak.
1
minggu setelah diwisuda aku menerima kabar bahwa teman – teman ku ada yang
diterima di SMP 6 Malang, SMP 01 Kota Batu, SMP 3 Malang, dan masih banyak
lagi. Dan aku bersama tujuh orang temanku diterima di MTs Negeri 01 Kota Batu.
Setelah
hampir dua bulan, aku tidak bertemu dengan teman – temanku, akhirnya aku
memutuskan untuk bertemu mereka di salah satu mall di Kota Batu.
Aku
berangkat bersama tiga orang temanku yang biasanya kami disebut dengan 5
Sekawan. Saat sampai di salah satu restaurant di dalam mall, aku dan tiga orang
temanku ternyata sudah ditunggu.
“
Loh, kok 5 sekawan personilnya cuma 4, yang satu kemana ?.” kata Desy
kebingungan.
“
Ooh, si Diva lagi sakit katanya. “ kataku menjelaskan kepada Desy dan teman –
teman.
“
Ooo. Ech ngobrolnya dipending dulu ya, ayo cepet pesen makanan. Paling
enak kalau ngobrolnya sembari di meja ada makanan. Yummy. “ kata Anwar.
“
iya sabar dong.” kata Ifa sambil memicingkan mata.
Tidak
terasa sudah tiga jam lebih aku dan teman – temanku ngobrol dan akhirnya kita
memutuskan untuk pulang karena hari juga sudah mulai gelap.
“
Temen – temen udah gelap nih, ayo kita pulang kapan – kapan kita ngobrol lagi.”
ajakku.
“
Iya, aku juga udah ditelfon sama mama. “ kata Zahra mengikuti.
“
Ya udah aku pulang dulu ya, ayo Ra, Ndi, Wa kita pulang. “ kataku sambil
bersalaman kepada teman – teman ku yang cewek.
“
Dah teman – teman kita pulang dulu ya.” kata Indi dengan gaya lebay nya.
Setelah
itu aku dan ketiga teman ku pulang, disusul oleh semua temanku.
3
hari setelah itu, Zahra mengajak ku untuk bertemu di taman dekat rumahku.
“
Kenapa Ra, kok ngajak aku ketemuan, cuma berdua lagi, jangan – jangan kamu
kangen ya sama aku, kan kita baru ketemu tiga hari yang lalu.” kataku sambil
menggoda Zahra.
“
Welleh, GR siapa lagi yang kangen sama kamu.” jawab Zahra sambil tertawa.
“
Trus ngapain kamu ngajak aku ketemuan ??” tanyaku kebingungan.
“
Aku cuma mau bilang sama kamu, kalau sebenarnya kamu itu dibohongi sama Diva.”
“
Dibohongi Diva, kapan ?” kataku tidak percaya.
“Tiga
hari yang lalu, saat kita sekelas ketemuan di mall.” ucap Zahra sedikit
meninggi.
“
Dibohongi gimana, kamu jangan ngaco deh.” tanyaku memastikan.
“
Enggak, aku enggak ngaco, kemarin setelah pulang dari mall aku lewat Alun –
Alun dan di sana aku ngeliat kalau Diva lagi sama cowok. Dan dia sama sekali
tidak sakit.” ujar Zahra meyakinkanku.
“
Dan yang lebih parahnya lagi, dia nggak pakai jilbab Ran.”
“
Kamu beneran Ra ?” tanyaku lebih meninggi.
“
Demi Allah, aku beneran Ran, ngapain aku bohong sama kamu.” ucap Diva lebih
memastikan.
“
Astaghfirullah, Ra, berarti kita dibohongi sama Diva ?”
“
Iya Ran, sebenarnya aku juga nggak percaya, tapi Allah itu Maha Baik Ran, Allah
menunjukkan kepada kita bahwa salah seorang hambanya telah berbohong.”
Aku
terdiam beberapa saat, dan aku memutuskan untuk segera pulang karena aku sudah
tidak bisa membendung air mata yang seakan akan turun hujan lebat.
“
Aku pulang dulu Ra. Assalamualaikum.” ucapku sambil meninggalkan Zahra.
“
Waalaikumsalam.”
Saat
tiba di kamar aku langsung menumpahkan semua air mataku.
“
Ya Allah Div kenapa kamu bohongin aku, apa salahku, kamu udah aku anggap
saudara sendiri Div. Tapi kenapa kamu bohongin aku.”
Besoknya
aku meminta Diva untuk menemuiku di taman.
“
Hai Ran, ada apa ?” tanya Diva kepadaku.
“
Kamu nggak usah bohongin aku lagi deh, aku udah tau kalau kamu itu waktu aku
ajak kumpul sam temen – temen cuma pura – pura sakit.“ kataku dengan suara agak
tinggi.
“
Rani, kenapa kamu fitnah aku Ran, aku dulu beneran sakit.” jawab Diva mengelak.
“
Udah cukup kamu bohongin aku, terserah kamu aku udah nggak mau ikut campur
lagi. Kamu itu nggak cuma bohongin aku, tapi kamu juga bohongin yang lainnya. Kamu
juga udah nglepasin jilbab kamu kan ?” tanyaku dengan penuh kesal.
“
Ran biarin aku ngejelasin dulu, aku itu ...”
“
Udah Div aku nggak mau degerin kamu lagi.”
“
Ran kasih aku waktu.” tanya Diva memelas.
“
Baiklah, aku akan kasih kamu waktu satu minggu. Kamu harus bisa jujur sama
temen – temen saat ada acara milad satu minggu lagi. Assalamualaikum.” kataku
sambil meninggalkan Diva.
Satu
minggu berlalu, semua teman – teman ku berkumpul di MI tercinta. Saat aku dan
teman – teman mengobrol kemudian Diva datang
“
Assalamualaikum teman – teman. “
“
Waalaikumsalam.” jawab teman – teman.
“
Temen – temen aku minta maaf ya atas kesalahanku membohongi kalian, aku tau
kalau aku salah, maafin aku ya.”
Semua
terlihat bingung menatap wajah Diva namun tidak dengan aku dan Zahra.
“
Iya, aku udah maafin kamu kok Div.” jawabku dan Zahra hampir bersamaan.
“
Beneran Ran??” tanya Diva memastikan.
“
Iya.” jawabku menegaskan.
“
Makasih Rani.”
“
Diva salah apa sih ?” tanya yang lain kebingungan.
“
Nggak kok, Diva nggak salah apa - apa.” ucapku meyakinkan teman – teman.
Sejak
saat itulah hubungan kami kembali membaik. Dan Diva sudah mnyadari bahwa
perbuatan yang dilakukan adalah salah. Dan kami akan bersahabat untuk selama –
lamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar