Ayah
Berubah!
Oleh : Sausan
Nuwayyar ( 7D / 35 )
Pagi yang indah. Matahari hanya
bersinar seperlunya, memenuhi kewajibannya untuk menerangi bumi. Burung
beterbangan, satu dua bertengger di pohon, berkicau merdu. Para kupu-kupu
menyesap nektar dari bunga-bunga mawar yang sedang mekar. Dan manusia selalu
sibuk dengan urusannya.
Pagi yang tidak terik, namun terasa
panas oleh Una. Tadi saat jogging di taman, ia bertemu dengan seseorang
yang tak asing. Una menyapa beliau. Bagaimana hati Una tidak panas? Orang yang
ia sapa malah membentaknya.
“ Jauhi Aku anak kecil ! ”
Ya, empat kata yang membuat hati Una
sakit itu terucap dari Pak Hamka, ayah dari Zizi, sahabatnya. Entah apa yang
membuat orang paruh baya itu berteriak kepada Una. Tapi dari raut wajahnya
dapat dipastikan bahwa beliau sering begadang. Kantung mata itu, sangat berbeda
dengan tiga hari lalu, saat Una bertemu beliau.
“ Hai, Nak. Mau menumpang pulang
sekalian? Ayo, jangan sungkan! ”
Mungkin waktu lebih cepat bergulir,
membuat para manusia berubah. Namun bukan itu yang Una pedulikan. Ia sekarang
bertanya-tanya, ‘ Ada apa dengan Pak Hamka? ’. Entah sedikit atau
banyak, itu pasti berefek kepada Zizi. Pasti.
fff
“ Ada apa dengan
Ayahmu, Zi ? ” Kali ini Una memberanikan diri bertanya.
“ Memangnya ada
apa? ”
“ Ayahmu
berubah, Zi. Beliau tidak seperti dulu.
”
“ Aku juga nggak tahu, Na. Tapi kali ini, Kak Zaza dan Bunda sering
bicara serius gitu sama Ayah. Aku sendiri nggak boleh ikut. Bahkan aku pernah
diusir dari ruang keluarga karena disangka mau nguping, padahal cuma mau nonton
tv. Apa boleh buat? Ayah juga lebih ketus sama Aku, padahal dulu nggak
sedetikpun Ayah kayak gitu.”
“ Oh. ” Jawab Una meski rasa penasarannya belum reda.
Una melihat sahabatnya itu. Tidak ada yang berubah dari Zizi. Atau
tepatnya belum?
“ Na, Kamu ditanya sama
Ayah. Katanya, Aku, Kak Zaza, Bunda, Kamu, Umimu, Abimu, dan Adikmu mau diajak star
gazing di kapal. Mau nggak?”
“ Star gazing di kapal? ” Una menaikkan sebelah alisnya.
“ Iya. Ayah sekarang jadi makin aneh, Na. ” Zizi menggembungkan
pipinya.
“ Aku pikir itu ide yang bagus, Zi. Kenapa nggak? ”
“ Ya udah deh, nanti aku bilang sama Ayah. Umi, Abi, sama Ina
diajak ya? ”
“ Insya Allah, Zi. ”
Nah, mungkin Zizi memang tidak berubah. Ayahnyalah yang berubah.
Jadi ketus, aneh, misterius, sinis, dan masih banyak emosi yang tak terduga
lainnya. Mungkin liburan bisa sedikit membantu meringankan pikirannya. Mungkin
liburan itu menjadi refreshing Ayah Zizi. Una berharap, semoga saja
begitu. Ia juga rindu sifat Ayah Zizi yang dulu.
fff
“ Una, maaf ya. Om dulu pernah ngebentak kamu. Om lagi capek
soalnya. ” Pak Hamka tersenyum.
Itulah senyum yang ditunggu-tunggu Una sejak kemarin. Berarti Pak
Hamka hanya sedang lelah, tidak ada sesuatu yang lebih serius. Una kini dapat
bernafas lega.
Tepat pukul tujuh malam, di atas kapal yang berlabuh di dekat
dermaga, delapan orang itu berkumpul. Abi Una duduk di kursi, bersebelahan
dengan Pak Hamka. Umi Una, Bunda Zizi, Kak Zaza, dan Ina menggelar tikar di
lantai. Sedangkan Una dan Zizi berdiri di tepi kapal. Mengawasi bintang-bintang
dan rembulan yang terang.
Enam orang itu ikut berdiri dan berjalan ke tepi kapal, tempat Una
dan Zizi sekarang. Mereka juga ikut memandang angkasa, menatap guratan indah
kuasa-Nya. Beberapa detik kemudian, langit dipenuhi kembang api yang mekar.
Memercik indah. Menggantikan indahnya bintang saat itu. Lima menit yang indah.
Delapan orang itu berdecak kagum. Namun dalam hati Una dan Zizi
masih ada pertanyaan ‘ Ada apa sebenarnya?’.
“ Selamat ulang tahun, Adikku tersayang. Semoga panjang umur dan
sehat selalu. ” Kak Zaza merangkul Zizi.
“ Selamat ulang tahun ya, Nak. Maaf, Ayah akhir-akhir ini agak
pemarah. Itu semua cuma drama, kok. Hahaha.. ” Pak Hamka tertawa.
“ Bunda juga. Semua cuma prolog buat surprise ini, kok.”
“ Ih, Ayah sama Bunda pinter banget actingnya. Zizi pikir,
Zizi ada salah sama kalian. Zizi udah sedih banget lho Bun, Yah. ”
“ Una juga jadi baper, bawa perasaan. ” Una tersenyum.
“ Hehehe, maafin Om ya, Na. ” Pak Hamka masih tertawa.
“ Iya, Om. Una juga lupa kalau ini hari ulang tahun Zizi. ”
Gelak tawa memenuhi kapal itu. Kelasi yang masih ada di kapal ikut
naik. Mengucapkan selamat kepada Zizi. Ternyata ini yang membuat Pak Hamka
berubah. Merancang momen istimewa ini. Untunglah, Pak Hamka tidak benar-benar
berubah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar